Thursday, December 6, 2012

Pengantar pendidikan



PENDIDIKAN DAN PSEDO-EDUCATION
DALAM SEHARI-HARI

1.    Pengertian Pendidikan
Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ), pengertian pendidikan  adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
H. Horne juga menjelaskan tentang pendidikan yaitu proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
2.    Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baek, luhur pantas, benar, indah, untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan, dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Disini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakekat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik (Tirtarahardja: 38-39).
3.    Psedo-education dalam kehidupan sehari-hari
Bentuk hipokrisi pendidikan yang hanya menghasilkan generasi baru serta mudah mendapatkan ajaran atau diperlihatkan disebut Pseudo-education atau pendidikan kabur. Bisa dibayangkan bila pendidikan pada akhirnya hanya menciptakan generasi baru yang kurang beridentitas dan nilai-nilai pendidikan. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pseudo education diantaranya:
a.      Memahami dimensi manusia dan potensinya
1)      Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang seorang, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri.
Kecenderungan akan perbedaan ini sudah mulai bertumbuh sejak seorang anak menolak ajakan ibunya pada masa anak-anak. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap orang memiliki sikap dan pilihan sendiri yang dipertanggungjawabkan sendiri, tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain untuk ikut mempertanggung jawabkannya (Tirtarahardja: 16-17).
Fungsi utama pendidikan disini adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagai mana dimaksud dalam tujuan pendidikan itu sendiri


2)      Dimensi Kesosialan
Menurut M.J. Langeveld, setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya terkandung unsur saling member dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Hal ini dikarenakan karena orang hanya dapat mengembangkan keindividualitasnya didalam pergaulan sosial.
3)      Dimensi Kesusilaan
Susila berarti su + sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Dalam perkembangannya pengertian susila menjadi kebaikan yang lebih. Selanjutnya dalam kenyataan hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Berdasarkan uraian tersebut maka pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang luas penggarapannya mulai dari ranah kognitif yaitu dari mengetahui sampai kepada menginternalisasi nilai, sampai kep`da ranah afektif dari meyakini, meniati sampai kepada siap sedia untuk melakukan.
4)      Dimensi Keberagaman
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam dapat dijangkau dengan perantaraan alat inderanya diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup di alam semesta ini. Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia.
 b.      Gejala-gejala pendidikan dari berbagai segi kehidupan
Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanakan peranannya akan dipengaruhi olehpemahamannya tentang seluk-beluk landasan pendidikan, termasuk seluk-beluk landasan psikologis pendidikan. Perbedaan individual tejadi karena adanya perbedaan aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga karena perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi, cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh karena itu pendidik harus memahami perkembangan kepribadian peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah dari perkembangan.
c.       Pendidikan dan pengembangan jatidiri manusia
Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakekat manusia, tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya.
Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik, namun terkadang daklam pelaksanaanya mungkin saja bias terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal ini dikarenakan pendidik itu adalah manusia biasa yang lazimnya tidak luput dari kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bias terjadi, yaitu:
1)       Pengembangan utuh
Pengembangan utuh merupakan aspek jasmaniah dan rohaniah yang keduanya mendapatkan pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman dikatakan untuk jika semua dhmensi tersebut mendapatkan layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang disebut terdahulu. Pengembangan domain kognitif, afektif, psikomotor dikatakan untuk jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
2)      Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakekat manusia terjadi apabila didalam proses pengembangan ada unsur D.H.M yang diabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengambangan domain kognitif. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
d.      Manusia; Zoon Politican dan Homo educable
Sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki hewan serta dimaksudkan untuk membenahi konsep dasar pendidikan antara lain:
1)      Kemampuan menyadari diri
2)      Kemampuan bereksistensi
3)      Pemilikan kata hati
4)      Moral
5)      Kemampuan bertanggung jawa
6)      Mempunyai rasa kebebasan
7)      Kesediaan melaksanakn kewajiban dan menyadari hak
8)      Kemampuan merasakan kebahagian

 Sifat hakikat manusia bisa diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang prinsipnya membedakan manusia dengan hewan. Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai ciri khas atau karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Walaupun antara manusia dengan hewan banyak kemiripanya dalam segi biologis, tetapi kenyatannya pernyataan tersebut menimbulkan kesan yang salah. Kesalahan yang mengira manusai dan hewan sama serta yang membedakan hanya gradual. Perbedaan gradual merupakan perbedaan yang melalui rekayasa yang dapat dibuat menjadi sama dengan keadannya. 
e.       Outcome Pendidikan;Insan paripurna
 Menurut William F (tanpa tahun) ”Pendidikan harus dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi”.
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa ”Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized)”.
Dari pengertian tersebut bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar  dan  tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta meliput keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek fisik—nonfisik : emosi—intelektual ; kognitif—afektif—psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan kelebihan—kekurangannya dan lain-lain), diperlukan dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka – objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga. Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya.


Daftar Pustaka
www.makalah_tentang_pendidikan _belajarpsikologi.com. diakses tanggal 3 agustus 2012
www.landasan-teori-pendidikan.pdf diakses tanggal 5 agustus 2012
Tirtarahardja, umar. (1995): Pengantar Pendidikan; Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

No comments:

Post a Comment