PENDIDIKAN
DAN PSEDO-EDUCATION
DALAM
SEHARI-HARI
1.
Pengertian
Pendidikan
Berdasarkan ( UU SISDIKNAS
No.20 tahun 2003 ), pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
H. Horne juga menjelaskan tentang pendidikan yaitu proses
yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional
dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian
pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan
oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan
bantuan orang lain.
2.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter
sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita
yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai
lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri
kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baek, luhur pantas, benar,
indah, untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan, dan merupakan sesuatu yang
ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Disini terlihat bahwa
tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang
bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakekat perkembangan peserta
didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik
(Tirtarahardja: 38-39).
3. Psedo-education dalam kehidupan sehari-hari
Bentuk hipokrisi
pendidikan yang hanya menghasilkan generasi baru serta mudah mendapatkan ajaran atau
diperlihatkan disebut Pseudo-education
atau pendidikan kabur. Bisa dibayangkan bila pendidikan pada akhirnya hanya menciptakan generasi baru yang kurang beridentitas dan nilai-nilai pendidikan. Beberapa hal yang
perlu di perhatikan dalam pseudo
education diantaranya:
a.
Memahami
dimensi manusia dan potensinya
1) Dimensi
Keindividualan
Lysen
mengartikan individu sebagai “orang seorang, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide). Selanjutnya individu
diartikan sebagai pribadi. Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai
potensi untuk berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri.
Kecenderungan
akan perbedaan ini sudah mulai bertumbuh sejak seorang anak menolak ajakan
ibunya pada masa anak-anak. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap
orang memiliki sikap dan pilihan sendiri yang dipertanggungjawabkan sendiri,
tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain untuk ikut mempertanggung
jawabkannya (Tirtarahardja: 16-17).
Fungsi
utama pendidikan disini adalah membantu peserta didik untuk membentuk
kepribadiannya, atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang
bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya
potensi individualitas sebagai mana dimaksud dalam tujuan pendidikan itu sendiri
2) Dimensi
Kesosialan
Menurut
M.J. Langeveld, setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Artinya,
setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya
terkandung unsur saling member dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada
diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Hal ini
dikarenakan karena orang hanya dapat mengembangkan keindividualitasnya didalam
pergaulan sosial.
3) Dimensi
Kesusilaan
Susila
berarti su + sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Dalam
perkembangannya pengertian susila menjadi kebaikan yang lebih. Selanjutnya
dalam kenyataan hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran
dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Untuk dapat
melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus
mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Berdasarkan uraian tersebut
maka pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang luas penggarapannya mulai
dari ranah kognitif yaitu dari mengetahui sampai kepada menginternalisasi
nilai, sampai kep`da ranah afektif dari meyakini, meniati sampai kepada siap
sedia untuk melakukan.
4) Dimensi
Keberagaman
Pada
hakekatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam dapat dijangkau dengan
perantaraan alat inderanya diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang
menguasai hidup di alam semesta ini. Kemudian setelah ada agama manusia mulai
menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah
makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan
agama demi untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi
sandaran vertical manusia.
b.
Gejala-gejala
pendidikan dari berbagai segi kehidupan
Pendidikan
selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan
landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan peranannya akan dipengaruhi olehpemahamannya
tentang seluk-beluk landasan pendidikan, termasuk seluk-beluk landasan
psikologis pendidikan. Perbedaan individual tejadi karena adanya perbedaan aspek
kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan
bakat, tetapi juga karena perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan,
perbedaan aspirasi, cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan.
Oleh karena itu pendidik harus memahami perkembangan kepribadian peserta
didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah dari perkembangan.
c.
Pendidikan
dan pengembangan jatidiri manusia
Manusia
lahir telah dikaruniai dimensi hakekat manusia, tetapi masih dalam wujud
potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari
kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang proses yang
mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya.
Meskipun
pendidikan itu pada dasarnya baik, namun terkadang daklam pelaksanaanya mungkin
saja bias terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal
ini dikarenakan pendidik itu adalah manusia biasa yang lazimnya tidak luput
dari kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bias terjadi,
yaitu:
1) Pengembangan utuh
Pengembangan
utuh merupakan aspek jasmaniah dan rohaniah yang keduanya mendapatkan pelayanan
secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan
dan keberagaman dikatakan untuk jika semua dhmensi tersebut mendapatkan layanan
dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini
pengembangan dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang
disebut terdahulu. Pengembangan domain kognitif, afektif, psikomotor dikatakan
untuk jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
2) Pengembangan
yang tidak utuh
Pengembangan
yang tidak utuh terhadap dimensi hakekat manusia terjadi apabila didalam proses
pengembangan ada unsur D.H.M yang diabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi
kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain
afektif didominasi oleh pengambangan domain kognitif. Pengembangan yang tidak
utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap.
Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
d.
Manusia; Zoon Politican dan Homo
educable
Sifat
hakikat manusia yang tidak dimiliki hewan serta
dimaksudkan untuk membenahi konsep dasar pendidikan antara lain:
1) Kemampuan menyadari diri
2) Kemampuan bereksistensi
3) Pemilikan kata hati
4) Moral
5) Kemampuan bertanggung jawa
6) Mempunyai rasa kebebasan
7) Kesediaan melaksanakn kewajiban dan menyadari hak
8) Kemampuan merasakan kebahagian
Sifat hakikat manusia bisa diartikan sebagai ciri-ciri
karakteristik yang prinsipnya membedakan manusia dengan hewan.
Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai ciri khas
atau karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan.
Walaupun antara manusia dengan hewan banyak kemiripanya dalam
segi biologis, tetapi kenyatannya pernyataan tersebut menimbulkan kesan yang
salah. Kesalahan yang mengira manusai dan hewan sama serta yang membedakan
hanya gradual. Perbedaan gradual merupakan perbedaan yang melalui rekayasa yang
dapat dibuat menjadi sama dengan keadannya.
e. Outcome Pendidikan;Insan paripurna
Menurut William F (tanpa tahun) ”Pendidikan harus
dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan
suatu proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi”.
Kosasih Djahiri
(1980 : 3) mengatakan bahwa ”Pendidikan adalah merupakan upaya yang
terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang
hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan
berbudaya (civilized)”.
Dari pengertian
tersebut bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir memiliki
makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan
dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen
bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa
pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang
matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu
artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup
proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah
mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Selanjutnya
diuraikan bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan
manusiawi/humanistik serta meliput keseluruhan aspek/potensi anak didik serta
utuh dan bulat (aspek fisik—nonfisik : emosi—intelektual ; kognitif—afektif—psikomotor),
sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai
sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan
kelebihan—kekurangannya dan lain-lain), diperlukan dengan penuh kasih sayang –
hangat – kekeluargaan – terbuka – objektif dan penuh kejujuran serta dalam
suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga. Melalui penerapan pendekatan humanistik
maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk
menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku
dan seginya.
Daftar Pustaka
www.makalah_tentang_pendidikan
_belajarpsikologi.com. diakses
tanggal 3 agustus 2012
www.landasan-teori-pendidikan.pdf
diakses tanggal 5 agustus 2012
Tirtarahardja, umar. (1995): Pengantar Pendidikan; Jakarta: Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi.
No comments:
Post a Comment